SAMPANG, NUsampang.com — Puncak peringatan Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2025 yang digelar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Sampang di Alun-Alun Trunojoyo, Jumat (31/10/2025), berlangsung meriah dan khidmat.
Ribuan santri dari berbagai pesantren yang ada di wilayah Kabupaten Sampang hadir memeriahkan acara.
Ketua PCNU Sampang, KH Moh Itqan Busiri, dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya kegiatan tersebut.
Ia menegaskan bahwa peringatan Hari Santri bukan sekadar seremonial, melainkan momentum untuk meneguhkan jati diri santri sebagai pejuang agama dan bangsa.
“Hari Santri Nasional bukan sekadar peringatan seremonial. Ia adalah nafas perjuangan yang mengalir dari darah para ulama dan santri sejak ditetapkannya Resolusi Jihad 22 Oktober 1945,” ujarnya.
Ketua PCNU Sampang dua periode itu juga menyampaikan duka mendalam atas wafatnya 67 santri Pondok Pesantren Al-Ghozini Buduran, Sidoarjo, yang meninggal dunia dalam perjalanan menuntut ilmu. Ia menyebut para santri tersebut sebagai syuhada yang gugur di jalan Allah.
“Mereka bukan hanya korban peristiwa, tapi syuhada yang gugur dalam perjalanan mencari ridha Allah. Duka mereka adalah luka kita bersama, dan doa kita malam ini tertuju bagi mereka,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, pihaknya juga menyinggung munculnya pernyataan-pernyataan yang merendahkan ulama dan pesantren yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi.
Menurutnya, pesantren tidak akan membalas hinaan dengan kebencian, melainkan dengan ilmu dan ketulusan.
“Jika hari ini pesantren kembali dihina, biarlah dunia tahu bahwa pesantren tidak pernah membalas dengan kebencian. Pesantren berdiri bukan untuk melawan siapa pun, tetapi untuk menerangi siapa pun,” tegasnya.
“Santri tidak menjawab dengan kemarahan, tetapi dengan ilmu dan ketulusan. Selama kitab kuning masih dibaca, adzan masih berkumandang, dan santri masih menundukkan kepala di hadapan gurunya, pesantren tidak akan pernah runtuh,” imbuhnya.
Ia menilai, pihak-pihak yang melontarkan hinaan terhadap pesantren dan santri adalah mereka yang tidak memahami makna pengabdian sejati dan adab terhadap guru.
“Mereka yang tidak mengerti makna pengabdian berani menyebut santri sebagai budak. Mereka yang tak paham apa itu adab berani menuduh pesantren sebagai tempat feodalisme,” tegasnya.
Padahal, lanjut Kiai Itqon, dari pesantrenlah bangsa Indonesia belajar arti kesetiaan, pengabdian, dan cinta kepada tanah air. Pesantren telah membuktikan perannya sebagai lembaga yang melahirkan generasi berilmu, beradab, dan berjiwa nasionalis.
Ia juga mengajak seluruh santri untuk terus menjaga tradisi keilmuan dan pengabdian sebagaimana yang telah diwariskan para ulama terdahulu.
“Dari pesantrenlah bangsa ini belajar arti kesetiaan, pengabdian, dan cinta kepada tanah air,” tuturnya.
Diakhir sambutan, Kiai Itqon menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung suksesnya kegiatan tersebut, termasuk Pemerintah Kabupaten Sampang.
“Terima kasih kami sampaikan kepada Bupati dan Wakil Bupati Sampang beserta jajaran, serta semua pihak yang telah memberikan tenaga, pikiran, dan doa sehingga acara ini dapat terselenggara dengan baik dan penuh makna,” pungkasnya.
Acara itu dihadiri oleh Khatib Syuriah PBNU, KH Reza Ahmad Zahid, Bupati Sampang, H Slamet Junaidi, Wabub Sampang Muhammad Mahfud, jajaran pengurus PCNU Sampang, para kiai, ibu nyai, santri, pelajar, mahasiswa, serta jajaran Forkopimda Kabupaten Sampang. (Mukrim)

Tinggalkan Balasan