SAMPANG, NUsampang.com Puncak peringatan Hari Santri Nasional 2025 di Kabupaten Sampang berlangsung meriah di Alun-Alun Trunojoyo, Jumat (31/10/2025).

Acara ini digelar oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sampang dan dihadiri tokoh agama, pemerintah daerah, para kyai, santri, serta masyarakat umum.

Khatib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Reza Ahmad Zahid, menekankan, ulama’ dan umaro’ memegang peran penting sebagai tolok ukur baik buruknya masyarakat.

Menurutnya, jika kedua golongan ini berperilaku baik, masyarakat secara keseluruhan akan mengikuti kebaikan mereka. Sebaliknya, jika keduanya menunjukkan keburukan, masyarakat cenderung terpengaruh dan mengikuti keburukan tersebut.

“Alhamdulillah para ulama’ dan para umaro’ malam hari ini kompak hadir semua,” katanya.

Dia juga mengingatkan kembali peran penting santri dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menjadi momentum penting bagi para santri untuk mengangkat senjata membela kemerdekaan.

“Barang siapa yang ikut mengusir penjajah, mempertahankan kemerdekaan Indonesia, maka matinya dianggap syahid. Tidak ada pilihan ketiga; hidup dengan kemuliaan atau mati dalam jihad fisabilillah,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Kiai Reza menyoroti kontribusi santri dari berbagai daerah, termasuk Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Haji Agus Salim, hingga KH Wahid Hasyim, yang semuanya adalah santri. Hari Santri Nasional merupakan bentuk penghormatan terhadap perjuangan para santri dalam membidani kemerdekaan bangsa.

Lebih lanjut, Kiai Reza menyatakan bahwa seorang kyai tetaplah seorang santri, dan tidak ada istilah “mantan santri”. Ia menekankan pentingnya sanad keilmuan atau keterhubungan dengan guru sebagai landasan dalam menuntut ilmu, khususnya ilmu agama.

“Hari Santri ini menjadi wujud pentingnya memiliki guru dan kyai. Santri yang mengikuti jejak kyai akan selalu berada di jalan yang benar, sedangkan mereka yang belajar tanpa bimbingan bisa tersesat,” jelasnya.

KH Reza juga menekankan nilai-nilai tradisi pondok pesantren, termasuk hormat kepada guru dan kyai. Ia menjelaskan, hubungan santri dengan guru adalah bagian dari silsilah keilmuan yang harus dijaga.

“Kalau rantai ini putus, maka kita kehilangan keberkahan dan bimbingan guru. Selama rantai ini tersambung, doa guru akan selalu menyertai santri,” imbuhnya.

KH Reza menutup pidatonya dengan mengingatkan agar santri tetap istiqomah dalam menuntut ilmu, menghormati guru, dan berperan aktif dalam membangun masyarakat.

“Hari Santri bukan hanya perayaan semata, tetapi momentum untuk meneguhkan komitmen santri dalam membela bangsa, mengamalkan ilmu, dan menebarkan kebaikan,” pungkasnya.