nusampang.com– Kiai, Blater, Bejingan, Muhibbin dan kaum Nahdihiyin dari berbagai Pengurus Tanfidziyah, Lembaga dan Banom Nahdlatul Ulama (NU) Sampang Utara (Pantura), serta akademisi dari berbagai penjuru tumpah ruah memadati Pondok Pesantren Darussalam Al-Faisholiyah Ketapang Sampang, Selasa (21/3/2023), pukul 13.00 Wib.
Meraka dalam satu tekad untuk kebangkitan baru masyarakat Madura khususnya Pantura melalui kegiatan Bedah Buku yang bertajuk “Merajut kembali benang merah Falsafah dan peran sosial local strongman untuk mewujudkan kebangkitan baru masyarakat Madura”.
Dalam kegiatan yang diinisiasi oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) dan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Ketapang, Buku Kiai & Bejingan karya Prof. Dr. H. Moh Syaeful Bahar dan Buku Blater karya M.Si. Dr. Muniri Faqod., M.H.I. dibedah dan dikaji bersama.
“Kiai dan Blater hingga Bejingan bersama Lakpesdam dan ISNU MWC NU Ketapang bertekat merajut kembali simpul-simpul persatuan menuju pantura bangkit,” kata Syamsul, Ketua Pelaksana kepada nusampang.com, Rabu (22/3/2023) pagi.
Hadir sebagai Epiloger dalam acara tersebut, Muhammad Masrullah, LC. MA, M.Phil, Instruktur PKP NU Jawa Timur berharap melalui kegiatan ini dapat kembali meneguhkan semangat perjuangan berbagai kalangan melalui peran-peran sosial tanpa menghilangkan identitas yang ada dan melekat.
“Bedah buku ini diharapkan dapat menjadi media untuk meneguhkan kembali semangat perjuangan berbagai kalangan melalui peran-peran sosial tanpa menghilangkan identitasnya, seperti local strongman Pantura,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Lakpesdam MWCNU Ketapang, Muhaki menjelaskan, dalam kehidupan masyarakat madura, di samping peran kiai, juga ada peran-peran sosial yang positif dari kalangan Blater dan Bejingan yang tidak bisa dinafikan.
Menurutnya, Blater dan Bajingan telah banyak membantu masyarakat dalam banyak hal, seperti keamanan dan penyelesaian problem-problem sosial yang tentunya tidak bisa ditangani para ulama atau kiai.
Ketua ISNU MWCNU Ketapang, Abd Syukur menambahkan, Kiai sejak lama menjadi rujukan dalam hal pengetahuan agama, sementara Blater dan Bejingan telah menjadi tumpuan masyarakat madura yang perlu diapresiasi.
“Kiai, Blater dan Bejingan sama-sama memiliki peran pentingnya masing-masing di tengah masyarakat Madura yang perlu sama-sama diapresiasi dalam wujud yang berbeda,” tutupnya. (Romi)