nusampang.com – Nahdlatul Ulama (NU) sejak didirikan pada tahun 1926 selalu berada gelombang pasang surut sejarah. Baik itu dalam hal politik, pemikiran dan gerakannya. Namun arus deras sejarah dan perubahan yang menerpanya lantas tidak membuat orginasasi ini bubar. Bahkan saat ini malah semakin diminati dan digandrungi.
Hal ini terbukti, terbentuk dan berdirinya NU di 194 Negara. Ini artinya, NU (Nadlatul Ulama) kini merajai sebagai organisasi Islam berpaham ahlusunnah wal jamaah (Aswaja) yang terbesar di dunia.
NU dengan metode pendekatan ukhuwah, kekeluargaan, persaudaraan dan rasa cinta sesama Islam mampu mengalahkan penyebaran golongan minoritas semacam sekte Wahabi bahkan golongan Syiah tanpa perlu sumber dana besar dari NU pusat.
Semakin besarnya NU ini pula yang membuat kelompok kelompok di luar NU cemburu hati. Kelompok ini berniat menghancurkan NU. Kelompok ini kerap bersikap dan berucap menyerang kyai kyai NU. Membully, memfitnah hingga merekayasa situasi dengan tujuan medelegitimasi NU.
Termasuk juga gerakan mengaku ngaku NU sehingga muncul istilah NU garis lurus, NU Mbah Hasyim dan klaim identitas NU lainnya. Kerjaannya tidak ada yang lain hanya menjelek-jelekkan kepengurusan NU yang ada saat ini dan memperlemah identitas NU.
Padahal Dalam mengukuhkan identitas diri, setiap orang memiliki keterkaitan dengan hal-hal lain yang diluar dirinya, termasuk juga Ber-NU.Seseorang dikatakan NU karena ada keterikatan dengan NU dalam tiga hal yakni Pertama, Sanad epistemologis (sanad keilmuan) ia pernah belajar dan nyantri disekolah atau pesantren orang NU.
Kedua, Sanad Ideologis (sanad perjuangan) ia juga berperan dalam memperjuangkan NU dan atau berjuang bersama NU dalam setiap model gerakannya, seperti semangat nasionalisme, dan mempertahankan kesatuan NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika, Memuliakan Ulama, Tidak melakukan berontak kepada pemerintahan yang sah dan segala aspek sosio-kultur-budaya yang ada, serta hal-hal lain yang senada dengan perjuangan slafunas salih dan ara muassis Nahdliyin.
Sedangkan yang terakhir,Ketiga yakni Sanad biologis, ia dikatakan ber-NU karena ia ada hubungan genetik (dzurriyah) dengan seorang keturunan waliyullah atau ulama dan kiai NU.
Marzuki Wahid,Sekretaris Lakpesdam PBNU dalam tulisan pesan berantainya mengatakan bahwa menjadi NU itu harus NU yang kamil dan syamil. Seseorang menjadi NU yang kamil dan syamil, apabila memenuhi 9 aspek di bawah ini:
1. Dalam bidang aqidah meyakini pandangan-pandangan Imam Abu Hasan al-Asy’ari (874-936 M) dan Imam Abu Manshur al-Maturudi (853-944 M).
2. Dalam bidang fiqh mengikuti pandangan dan amalan salah satu dari 4 madzhab: Imam Abu Hanifah (699-767 M), Imam Malik bin Anas (711-795 M), Imam Muhammad Bin Idris asy-Syafi’i (767-820 M), dan Imam Ahmad Ibnu Hanbal (780-855 M).
3. Dalam bidang tasawwuf mengikui pandangan dan amalan Imam Abu Hamid al-Ghazali (1058-1111 M) dan Imam al-Junaid al-Baghdadi (830-910 M).
4. Dalam kehidupan sosial menganut prinsip dasar tawassuth wa i’tidal (moderasi dan konsistensi), tasamuh (toleransi), dan tawazun (keseimbangan), serta berlandaskan pada nilai-nilai mabadi’ khaira ummah, yakni ash-shidqu (kejujuran), al-amanah wal wafa’ bil ‘ahdi (amanah dan memenuhi janji), al-‘adalah (keadilan), at-ta’awun (solidaritas), dan al-istiqamah (berkelanjutan).
5. Dalam kehidupan politik menyetujui dan memperjuangkan PBNU (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945).
6. Dalam laku kebudayaan mengikuti strategi dakwah dan mu’amalah Walisongo (Walisepuluh, plus Gus Dur), yakni menghargai kearifan tradisi, sederhana, dan menyatu dengan kenusantaraan. Termasuk dalam berpakaian sehari-hari mengikuti cara pakaian yang kenakan masyarakat Nusantara, misalnya sarungan, peci dengan keragamannya, blangkon, batik, songket, bakyak/teklek, mukenah, dan sejenisnya.
7. Dalam kehidupan ekonomi berorientasi pada keadilan sosial (al-‘adalah al-ijtima’iyyah), kemaslahatan rakyat (mashalih ar-ra’iyyah), dan memberdayakan kelompok rentan dan tertindas (dlu’afa dan mustadl’afin).
8. Dalam rutinitas keagamaan mengamalkan di antara hal-hal berikut: tahlilan, ziyarah qubur, marhabanan, barzanji, wiridan, sholawatan, manaqiban, hadiyuwan, istighotsah, qunut, tarawih 23 rakaat, selametan, haul, muludan, rajaban, syawalan, muharraman, di masjid/musholla pake bedug dan kentongan, dan sejenisnya.
9. Dalam keorganisasian, paham sejarah NU, paham dan mengamalkan prinsip dasar dan nilai yang dianut NU, fikrah nahdliyah, amaliyah nahdliyah, dan harokah nahdliyah, serta taat pada pengurus Jam’iyyah NU, khususnya PBNU.
Berdasarkan hal diatas, maka menjadi NU di usinya yang 94 Tahun ini dengan jalan tidak korupsi dalam segala jenisnya, tidak melakukan kekerasan dalam segala bentuknya, termasuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, tidak membuat dan menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian dan tidak menumpuk-numpuk harta kekayaan untuk kesenangan dunia.
Menjadi NU di usianya yang 94 Tahun ini, tidak mengganggu, apalagi mendiskriminasikan, orang lain yang berbeda agama, keyakinan, suku, ras, bahasa, warna kulit, jenis kelamin, orientasi seksual, pilihan politik, organisasi, dan lain-lain, Tidak mudah mengkafirkan dan menyesatkan orang lain, tidak menentang kebudayaan lokal dan anti budaya asing, Tidak merusak alam dan lingkungan hidup serta tidak melakukan kemaksiatan, kemungkaran, dan kezaliman.
Sanah helwa Nahdlatul Ulama yang ke-94 (31 Januari 1926-2020)Semoga semakin istiqomah menebar Rahmat dan manfaat. Semoga semakin teguh dalam kemandirian dan mampu mewujudkan perdamaia dunia. Salam Pergerakan!
Wallahu a’lam bi ash-showab.
*Penulis adalah Ketua PMII Cabang Sampang